Anonimitas Dan Kebebasan Berpendapat: Hubungan Yang Rumit
Anonimitas Dan Kebebasan Berpendapat: Hubungan Yang Rumit – Panduan Lengkap Cara Mengatasi Kulit Kering Cara Melindungi Diri dari Malaria Sinar Ultraviolet dan Kabupaten Mimika: Pengembangan dan Implementasi Program Tempo Cash Complete Leadership: Pelayanan Pemuda dan Perubahan Keinginan Masyarakat Kepemimpinan Ridwan Kamil dalam membangun negara yang berkelanjutan dan berdaya saing saat ini
Kebebasan merupakan isu yang berkaitan dengan demokrasi. Kebebasan berekspresi juga diakui sebagai salah satu hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada tahun 1948 oleh PBB, khususnya pada Pasal 19 yang menyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan berbicara”.
Anonimitas Dan Kebebasan Berpendapat: Hubungan Yang Rumit
Indonesia, sebagai negara demokratis, telah menempuh perjalanan panjang dalam mewujudkan kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia (HAM). Kebebasan berpendapat adalah pilar utama demokrasi dan kunci menuju masyarakat demokratis.
Mengatasi Hate Speech: Panduan Etika Untuk Menghindari Komentar Menyinggung Di Media Sosial
Nabila, (2023) menjelaskan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia tentang hak berbicara di media publik dalam UUD NRI Tahun 1945 (Pasal 28E tentang hak berbicara di media publik dan Pasal 28J) . tentang pembatasan hak berbicara) dan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (1) angka 9 tahun 1998 tentang kebebasan berpendapat di muka umum dan pasal 23 ayat (2) nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia).
Undang-undang nasional ini mempunyai ketentuan yang sama mengenai hak atas kebebasan berpendapat dan media sosial, namun terdapat juga perbedaan mengenai undang-undang, pembatasan dan peraturan media penyiaran serta undang-undang terkait. Saat ini kerangka hukum hak atas kebebasan berpendapat di era digital ada dalam undang-undang Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 28J ayat (2) tentang Hak Asasi Manusia).
Di era digital, terdapat ujaran kebencian terhadap berita palsu yang tersebar luas di Internet dan pemberlakuan pembatasan dan terdapat perbedaan antara kedua kasus tersebut, banyak diantaranya pada bidang instrumen hukum pembatasan dan penggunaannya. . ditentukan. . Kebebasan berpendapat jika dianggap perlu. Namun batasan dan batasan terkait hal ini harus ditentukan secara langsung agar jelas dan efektif, sehingga pengguna internet di era digital lebih mengetahui batasan hukum khususnya penggunaan media sosial. periklanan. Untuk menghindari pembatasan yang sewenang-wenang, negara berhak atas kebebasan berekspresi di internet dan era digital, khususnya di media sosial.
Di Indonesia sendiri, terdapat peraturan dalam UU No. 19 Tahun 2016 yang mengubah UU No. 11 Tahun 2008 yaitu Informasi dan Perdagangan Elektronik atau biasa dikenal dengan UU ITE.
Buku Radikalisme Di Media Sosial: Mengungkap Ancaman Radikalisme Dalam 280 Karakter Di Media Sosial ‘x’
Undang-undang ini mengatur berbagai aspek khususnya mengenai penggunaan teknologi informasi dan transaksi yang dilakukan melalui media elektronik (Fernando, 2022).
Salah satu kelemahan pasal ini adalah adanya kemungkinan penyalahgunaan pemberitaan yang berdampak negatif terhadap kebebasan berpendapat. Misalnya saja topik penertiban pelanggaran, terutama terkait iklan atau komentar di media sosial, yang menjadi kontroversi. Artikel ini sering dianggap disalahgunakan untuk membungkam kritik dan dapat melemahkan kebebasan berekspresi.
Penyalahgunaan kebebasan dan hak asasi manusia juga dapat memicu radikalisme. Kebebasan berpendapat merupakan hak penting bagi setiap orang, namun jika hak ini disalahgunakan untuk menyebarkan ide-ide berbeda atau melakukan kekerasan, hal ini dapat menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat.
Menurut Moyo, (2011), diketahui khusus di Zimbabwe terjadi kampanye radikalisme yang berkaitan dengan situasi politik oposisi dan kekerasan negara. Radikalisme ini diperkuat oleh Internet, yang tidak hanya memberi para blogger tempat untuk menyimpan informasi, namun juga menerima praktik sosial baru mereka dalam produksi dan berbagi informasi melalui digitalisasi.
Pdf) Kebebasan Berekspresi Dan Paradoks Privasi Dalam Hubungan Pertemanan
Hukum adalah prinsip kuat yang didirikan untuk melindungi kepentingan manusia dan masyarakat. Untuk memenuhi kepentingannya, terutama hal-hal yang bertentangan dengan gagasannya.
Pada prinsipnya setiap orang berhak berkomunikasi dengan cara apapun. Saat ini dunia telah memasuki era globalisasi yang berarti segala sesuatu dapat diakses melalui internet. Setiap orang mempunyai preferensinya masing-masing dalam mengakses dan berselancar di Internet (Priyanto, 2020)
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Perdagangan Elektronik mempunyai beberapa tujuan, yaitu: mencerdaskan kehidupan negara; memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menggunakan gagasan dan keterampilannya di bidang informasi dan teknologi dengan sebaik-baiknya, secara patut, untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi. . Namun, undang-undang ITE terkadang digunakan untuk menargetkan orang lain yang melakukan ujaran kebencian.
Kasus di atas merupakan contoh kasus dimana undang-undang dijadikan alasan bagi seseorang yang diduga melanggar UU ITE. Sebagaimana disebutkan di atas, melalui pembahasan hak dan batasan yang diatur undang-undang, terdapat tujuan akhir yaitu perlindungan pengguna internet, warganet berhak mengutarakan pandangannya di media sosial, hak mengakses media sosial. Informasi, dan hak keamanan. Izin jaringan harus dipenuhi.
Anominitas Dan Kebebasan Berpendapat Di Media Sosial
Terakhir, seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis menekankan pemahaman dan analisis mengenai perlindungan netizen dan kebebasan berekspresi di media sosial di Indonesia.
Fernando, Zico J., Pujiyono., Umi Rozah., dan Nur Rochaeti. 2020. Kebebasan berpendapat di Indonesia. Ilmu Sosial yang Meyakinkan, 1-11.
Moyo, yang terakhir. 2011. Blogging kediktatoran: hak asasi manusia, jurnalis warga dan hak berkomunikasi di Zimbabwe. Jurnal, 12(6), 745-760.
Nabila, Elnajj K., dan Andina Elok Puri M. 2023. Hak dan keterbatasan kebebasan berekspresi di media dan era digital. Sebelas Universitas, 109-114.
Pdf) Hubungan Internasional Digital/digital International Relations
Priyanto, Grandis A., dan Martinus Sardi. 2020. Tindakan mendesak untuk melindungi kebebasan berpendapat di media sosial. Jurnal Hukum dan Syariah, 2 (1), 76-91 Beberapa waktu lalu, pada saat dan setelah demokrasi, kita melihat banyak konflik dan perdebatan yang tidak pantas mengenai intervensi tanpa memahami apakah hal tersebut merupakan perasaan yang baik bagi mereka yang berpendapat. Kurangnya empati ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketidakstabilan politik, misinformasi, dan lain-lain
Dan ruang komunitas online. Ketika karyawan terlibat dalam diskusi dan perdebatan sengit, terdapat kurangnya pemahaman dan pertimbangan terhadap pandangan yang berlawanan. Peristiwa ini menimbulkan kerusakan lingkungan
Oleh karena itu masyarakat tidak siap untuk terlibat dalam dialog yang bermakna dan mungkin melakukan serangan pribadi dan intimidasi. Namun, apa dampak dari kurangnya empati ini bagi masyarakat dan demokrasi Indonesia? Seberapa serius dampaknya dan bagaimana pengaruhnya terhadap wacana publik dan proses pengambilan keputusan individu mengenai gagasan? Dengan menelusuri sebab dan akibat dari fenomena ini, strategi untuk debat politik yang lebih berempati dan bermakna di era digital ini dapat diperoleh dan diterapkan.
Dengan hadirnya platform digital seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, masyarakat kini mendapatkan beragam informasi, berita, dan opini politik. Pada tabel 1 terlihat terdapat koefisien beta sebesar 0,354
Media Baru, Modul Perkuliahan 5
(signifikansi) sebesar 0,001 untuk hubungan media sosial dengan opini politik. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap informasi yang berbeda-beda melalui media digital, selain memberikan kesempatan bagi individu untuk mengemukakan pendapat, juga membuat orang-orang tersebut mengutarakan pendapatnya sendiri (Judijanto et al., 2023). Akses dan distribusi konten politik yang semakin mudah telah mengubah cara individu terlibat dalam wacana politik, dan sangat mempengaruhi opini publik, hingga ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hasil studi Judijanto (dkk. 2023) menunjukkan adanya hubungan positif antara perubahan sosial (berpartisipasi dalam diskusi politik, berbagi konten politik, berpartisipasi dalam komunitas online) dan platform digital dengan organisasi pemikiran politik. Seperti terlihat pada Tabel 2, kita dapat melihat bahwa seseorang yang sering terlibat dalam diskusi politik juga menciptakan opininya sendiri tentang politik (korelasi 0,257) dan mereka juga dapat berbagi konten politik (korelasi 0,304). Dari data tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa platform digital dan gagasan politik itu sendiri sangat terhubung. Oleh karena itu, perkembangan media digital berdampak pada perkembangan partisipasi politik. Meningkatnya konten online dan algoritma yang digunakan di media sosial telah memudahkan masyarakat untuk menemukan pandangan dan perdebatan politik yang berbeda. Oleh karena itu, media sosial telah menjadi alat yang ampuh untuk memberikan wawasan politik, memungkinkan masyarakat mengetahui perkembangan terkini, diskusi politik, dan pemilu.
Selain itu, media sosial memfasilitasi interaksi antara warga negara dan politisi, memungkinkan individu untuk terlibat dengan perwakilan terpilih, partai politik, dan anggota yang mendukung dukungan langsung (Park & You, 2021). Aspek sosial dari media sosial ini meningkatkan partisipasi politik dengan menyediakan cara bagi warga negara untuk mengekspresikan pendapat mereka, mengungkapkan keprihatinan mereka, dan memobilisasi dukungan untuk suatu tujuan atau kandidat. Oleh karena itu, media sosial telah muncul sebagai tempat yang penting bagi politik dan mobilisasi masyarakat, terutama di kalangan aktivis digital muda.
Selain memperluas kekuasaan dan diskusi serius mengenai isu-isu terkini, media sosial juga memiliki kemampuan untuk mempromosikan atau menyebarkan isu-isu dan sikap tertentu ke tingkat yang lebih besar daripada yang mungkin dilakukan dalam lingkungan tradisional, seperti yang dikatakan Judijanto dkk. pada tahun 2023. Sifat konten dan media sosial yang mudah tersebar memungkinkan topik-topik dengan cepat mendominasi dan mendominasi diskusi publik, sehingga mempengaruhi rencana para pengambil kebijakan pada saat diskusi politik. Namun peristiwa ini juga dapat memicu penyebaran kebohongan, rumor, dan sensasionalisme yang dapat memutarbalikkan opini publik dan menurunkan kualitas diskusi politik.
Pdf) Roleplay, Anonimitas, Dan Ekspresi Identitas: Studi Etnografi Permainan Roleplay Di Media Sosial Twitter
, di mana individu hanya terpapar informasi yang mendukung pandangan dan prasangka yang sudah ada sebelumnya, dapat berkontribusi pada polarisasi berita politik (Park & You, 2021). Pendekatan selektif terhadap informasi ini dapat menghambat empati dan pemahaman antar warga karena mereka membatasi diri pada ruang.